Welcome 2018~
Selamat tinggal 2017...
2017 menurut saya adalah tahun penuh pengharapan. Saya inget banget pada tahun 2012, saya punya 1 botol yang di dalamnya saya tulis harapan-harapan untuk tahun 2017, yaitu 5 tahun lagi dari tahun itu. Masih ada yang hapal beberapa harapannya, diantaranya bisa pergi ke benua lain, punya bisnis sendiri, dan minimal ada yang demen sama saya. Lah.
Tahun lalu, detik-detik sebelum masuk 2017, saya tulis lagi harapan-harapan untuk tahun itu. Saya berniat menjadikan 2017 sebagai ajang pertarungan saya karena diri saya di tahun 2012 menaruh banyak sekali keinginan. Di satu sisi, itu jadi cambuk. Di sisi lain, jadi beban moral. Saya juga banyak mempertaruhkan pikiran, fisik, dan materi untuk 2017 ini. Saya juga ingat, kalau saya tulis saya bersiap jika 2017 adalah tahun penuh kegagalan. Karena setelah seperempat abad hidup, saya jadi sadar, harus realistis. Banyak coba, persentase gagal juga pasti lebih banyak
Agenda besarnya 2017 adalah pengin kuliah lagi. Jadilah banyak coba-coba beasiswa dan embel-embelnya. Bulan demi bulan, kegagalannya mulai tampak, satu-satu. Ada yang hampiiiir berangkat, tapi kehendak Allah kasih hidayah untuk tidak mulai dulu. Terakhir, beasiswa lokal yang bikin campur aduk, juga bikin saya patah hati. Entah sudah berapa kali janji ke diri sendiri ga bakal bersedih karena berusaha realistis dan optimis. Kepikiran tetep, penasaran juga iya. Berkali-kali introspeksi diri dan terkadang menyalahkan diri sendiri.
Kurang percaya dengan kemampuan sendiri adalah pelajaran terbesar untuk tahun 2017. Makanya untuk tahun depan, sepertinya akan lebih coba menuruti apa-apa yang saya butuhkan, secara fisik dan spiritual. Sudah berkali-kali juga mengingatkan diri sendiri dan teman untuk jangan pernah membandingkan rejeki kita dan orang lain. Janji tidak akan memuncukan pertanyaan: Kenapa sepertinya dia lebih dimuluskan jalannya dari kita? Atau sempat terpikir, dengan usia yang sama, dia jauh lebih sukses dari saya? Atau ketika momen bahagia teman jadi alasan kita untuk bersungut karena rejeki itu belum kunjung mampir ke diri kita. Banyak alasan untuk sayang dengan diri sendiri. Kita paling tahu apa yang sudah kita lakukan, apa yang berusaha kita raih, juga kebahagiaan yang coba kita tularkan. Ada orang-orang yang juga menaruh harapan dan sayang dengan kita. Jangan tergantung kepada banyaknya followers atau jumlah likes yang kita terima, tapi ada yang dengan seksama mendengarkan detil hidup kita yang mungkin tidak kita sebar di media sosial.
If you are in love, love hard, even harder.
Saya sebetulnya kurang familiar dengan term ini. Istilahnya, unconditional love, cinta tanpa syarat, tanpa melu-melu, tanpa banyak mau. Tapi tahun 2017 ini di satu sisi memberikan saya alasan kenapa saya harus berusaha membuka diri dan mencintai dengan tulus hal-hal yang saya suka. Suka aja tidak cukup, maka saya harus naik setingkat lagi. Hal ini berlaku di beberapa aspek dan ketertarikan saya. Dunia anak-anak, menari, arsitektur, kota, gambar, craft dan menulis.
Tahun 2017 memberi kesempatan saya untuk mencintai lebih dalam dunia tari sekaligus anak-anak. Seri Seni, sebuah komunitas yang dibuat sejak 2016 memberi saya banyak hal untuk disyukuri. Tahun depan harus lebih serius lagi menggarap komunitas ini. Dunia arsitektur, ketertarikan baru saya tentang kota, juga kegiatan menulis, mendorong saya untuk pergi ke berbagai tempat: Hong Kong untuk presentasi paper riset, Belanda untuk belajar singkat tentang kota dan air, Malang untuk presentasi paper lagi dan bersyukur dapat Best Presenter diantara banyaknya dosen beneran dan lulusan master. Juga terakhir, ikutan Social City Conference dan nginep di hotel di Jakarta, satu hal sebetulnya aneh tapi terjadi hehe.
Tahun depan, saya akan lebih serius menggali ketertarikan saya. Kalau suka aja kesannya nanggung, rasanya saya harus beneran membuka diri untuk mencintai berbagai hal. Katanya, kalau udah cinta, apapun jadi berasa mudah. Masih berasa sih untuk rasanya susah memberikan performa 100% karena sukanya masih setengah-setengah.
Terakhir, katanya cinta itu mendem kalau ga diungkapkan.
Setelah beragam kejadian dan kesempatan, rasanya harus lebih banyak kasih unjuk apa-apa yang saya suka dan berbicara tentangnya. Sebetulnya banyak agenda di kepala untuk lebih banyak menulis tentang hal-hal yang membuat saya tertarik, atau coba memberi komentar untuk hal-hal yang menurut saya patut diapresiasi. Tapi kadang cuma wacana. Kita ga pernah tahu seberapa pentingnya kata-kata tulus apresiasi kita untuk orang lain yang telah bekerja keras mewujudkan mimpinya, atau bagaimana 1 kalimat semangat dan peduli bisa menyelamatkan hidup orang lain.
Ketika mencoba untuk pergi dan nyicip lingkungan yang sama sekali berbeda, saya pernah merasakan bagaimana 1 kata dapat membuat saya berseri-seri juga mendapatkan kembali kepercayaan diri saya. Waktu liburan ke korea tahun 2016, saya beberapa kali mendengar komentar yang mengatakan dengan hijab saya, saya terlihat cantik. Di negara yang penuh dengan orang-orang yang cakepnya setengah mati, saya justru kaget ada yang bilang spontan seperti itu ke saya, dan itu terjadi beberapa kali. Hal yang ga pernah kejadian selama saya hidup di Jakarta, bahkan sebagai cat calling aja ga. Setela itu komentar spontan itu saya coba terapkan juga, terlebih untuk anak-anak yang saya ajarin nari. Akibatnya, terkadang mereka juga balik bilang hal itu ke saya, sambil bisik-bisik pula, hehee so sweet...
Nah sebetulnya, ketiga hal ini merupakan satu rantai tanpa putus. Dengan mencintai dan menunjukkan cinta kita, maka ada orang-orang yang tahu bahwa mereka sangat berharga.
Sounds cheesy, but it really works.
Love yourself,
Love Unconditionally,
Spread the Love~~
Welcome 2018,
Lets see how far love will take us~