Oke, saya di tengah deadline ketat dan mematikan, tapi terus-terusan kepikiran ini, jadi saya tulis aja yaa~
Ini email dari panitia penyelenggara Kelas Inspirasi, Indonesia Mengajar.
"Menjelang keseruan pada sesi refleksi nanti, kami mengajak Anda untuk melakukan refleksi sederhana secara mandiri. Mungkin menjelang istirahat malam, atau sambil bersantai bersama keluarga di rumah, mari kita tanyakan pertanyaan berikut pada diri kita masing-masing dan merenungkan jawabannya sebagai refleksi pribadi atas pengalaman Hari Inspirasi kemarin.
1. Ingat kembali pengalaman Anda mulai dari mendaftar, briefing, hingga mengajar/ mengabadikan momen pada Hari Inspirasi. Renungkan apa yang paling Anda syukuri dari apa yang Anda lihat atau alami.
Ternyata …….
2. Dari referensi Anda selama ini mengenai cara-cara berkontribusi dalam ikut mendorong kemajuan pendidikan, renungkan apa yang Anda lihat atau rasakan unik dari pengalaman mengikuti Kelas Inspirasi.
Ternyata …….."
Ternyata …….."
Okay, jadi saya akan mulai refleksi saya sekarang..
1. Ternyata...
Niat berkontribusi dengan betul-betul terjun berkontribusi sangat berbeda. Memerlukan proses yang tidak sebentar. Melalui perjuangan yang tidak boleh kita hitung-hitung. Ternyata... saya menyadari, niat baik itu ga boleh mendek, macet. Dan satu lagi, ternyata... saya masih jauh ketinggalan dengan orang-orang yang sudah berbuat lebih. Saya iriii~
Bercerita tentang pengalaman bagaimana saya bergabung dengan kelas inspirasi, sebetulnya ini merupakan proses yang agak panjang juga sampai saya betul-betul bisa masuk ke dalam lingkaran relawan. Mungkin lebih lengkapnya saya bisa mulai dari bagaimana saya menemukan Indonesia Mengajar itu sendiri.
Saya agak lupa bagaimana saya menemukan satu buku yang menarik itu. Satu buku yang mengubah pandangan saya mengenai dunia pendidikan Indonesia yang katanya bobrok. Buku tersebut ditulis oleh para pengajar muda yang diterjunkan ke sistem pendidikan sekolah dasar di pelosok daerah Indonesia. Sayangnya, pengalaman 1 tahun para pengajar muda hanya bisa diisi oleh satu cerita saja. Setiap pengajar memiliki pengalaman baru dan berharga mengenai bagaimana mereka membenahi secara langsung pendidikan dengan membina tak hanya satu sekolah, melainkan satu lingkungan desa. Indonesia Mengajar percaya, anak-anak dipengaruhi tak hanya oleh sekolah, melainkan keluarga dan lingkungan mereka tinggal.
Seketika saya keranjingan dengan cerita-cerita yang disampaikan. Untungnya sudah ada buku berikutnya: Indonesia Mengajar 2 dan satu buku yang sangaaat saya suka ditulis oleh satu pengajar muda: Bayu Adi Persada. Saya suka dengan bagaimana ia menceritakan kembali dengan mengikutsertakan kedalaman ikatan ia dengan murid, sekolah dan warga di desa ia ditempatkan. Saya terharu berkali-kali, ternyata ini yang kerap kali dialami pendidikan dasar di Indonesia, khususnya pelosok.
Saya mencoba untuk mengikuti jejak mereka. Saya belum lulus kuliah, maka belum bisa mendaftar sebagai pengajar muda. Namun, di kampus saya, ada gerakan serupa, yaitu UI Mengajar. Saya mengikuti seleksinya hingga hampir tahap terakhir. Saya tidak lolos saat harus mengajar tentang geografi pada anak-anak kelas 5 SD. Ya, saya akui geografi bukan bidang saya (saya buta peta XD) dan keadaannya saya baru pulang jam 3 pagi dari perjalanan 1 minggu dalam rangka Arcasia student jamboree di Bali. Paginya, pukul 06.30 saya harus simulasi mengajar. Wah, benar-benar perjuangan ditambah hujan super deras yang mengiringi perjalanan saya naik motor pagi-pagi. Mungkin memang takdir belum lolos kali ini heheheee...
Setelah itu, dunia perkuliahan mengalihkan rasa ingin berbagi saya. Banyaknya acara kampus dan lalalanya pun membuat saya terbuai. Saya kembali diingatkan saat saya dan teman-teman mengadakan acara ekskursi ke Wakatobi. Di sana, hampir setiap hari saya berkumpul bersama anak-anak untuk menggambar bersama. Dengan alat tulis seadanya dan kertas yang dibagi menjadi sangat kecil, mereka selalu bersemangat menumpahkan coretan-coretan lucu. Ketika mengobrol dengan guru setempat, ternyata mereka mengalami masalah tentang pendidikan yang cukup pelik. Saya mulai sadar, ternyata cerita di buku bahkan terkesan lebih ringan dibanding keadaan yang sebenarnya terjadi di pelosok daerah. Ternyata...
Nah, hati saya ikut terketuk ketika Indonesia Mengajar mengadakan #KerjaBakti dalam bentuk Festival. Ikut mengepak barang, membagi-bagi buku, menulis surat semangat untuk guru dan murid-murid, menurut saya hal yang sangat menyenangkan dan cerdas bagi siapapun yang ingin berkontribusi namun bingung harus berbuat apa. Disini saya menyadari, niat baik itu hanya menjadi niat jika tidak dikerjakan. Untuk mulai mengerjakannya, banyak hal harus ditoleransi, dikorbankan. Pertanyaannya, seberapa besar pengorbanan yang mau kita lakukan?
Selepas dari Festival Gerakan Indonesia Mengajar, saya mulai mendapat banyak info terkait kegiatan semacam itu. Ternyata ada Indonesia Menyala, Kelas Inspirasi dan sebagainya. Yaa, di sela-sela semester terakhir itu, saya kembali berpikir: Kuliah sudah mau lulus, apa yang sudah saya perbuat secara nyata, selain mengkhawatirkan tugas kuliah dan IPK saya?
Hati ini kembali diketuk ketika ada undangan Kelas Inspirasi. Beberapa saya retweet tentang open recruitment relawan mengajar. Nah, saya belum bisa mengajar karena lagi-lagi saya masih kuliah, belum menjadi seorang profesional yang bisa menceritakan pekerjaan mereka kepada anak-anak. Ternyata, pintu relawan tak hanya terbuka pada pengajar, tetapi juga tim dokumentasi.
Masih berpikir ulang untuk mengikuti kegiatan ini pada awalnya. Deadline TA suka ga kira-kira, kelas fotografi juga harus banyak survey ke berbagai tempat. Akhirnya saya memutuskan daftar pada hari terakhir, jam-jam terakhir saat saya browsing sambil bengong. Tadaaaa... sudah satu minggu emailnya sampai di inbox saya, ternyata baru saya buka di H-2 briefing, saya terpilih sebagai salah satu relawan. Katanya terseleksi dari 1400 pendaftar menjadi salah satu dari 900 orang.
Ternyataaa... Kelas Inspirasi super seru!
Mulai dari briefing, diskusi whatsapp, survey sekolah hingga rapat dan ngobrol lucu bareng relawan lainnya menjadi hal baru yang sangat saya suka. Ga disangka, kelompok saya sangat kompak, mandiri, inisiatif tinggi dan fasilnya juga mirip banget sama temen saya si Garin (Cieh Kak Rayii~). Saya jadi yang paling muda di tengah-tengah inspirator yang kebanyakan sudah bekerja (hohooo~) Dari mereka sebenarnya saya belajar banyak. Saya di tahap sangat dekat dengan meraih cita-cita saya. Pertanyaan besarnya, bisakah saya pertahankan semangat saya untuk mencapai sana? Sudahkah saya berpikir akan menjadi apa nanti? Apa sebenarnya cita-cita saya?
Terima kasiih untuk penggagas kelas inspirasi dan kelompok 37, Kak Rayi, Kak Ria, Kak Tatie,Kak Fay, Kak Avni, Bu Linda, Bu Ari, Kak Lita, Kak Dian, Kak Hessah, Kak Ariana, Kak Bigga walaupun belum bisa ketemu langsung, Kak Iwan yang maaf belum saya gambarin hhee dan Bobby yang ga saya sangka mau bantu-bantuin ambil foto. Terima kasiiih~~
Saya belajar banyaak, sangat banyaak. Terima kasih atas pengalaman menyenangkannya. Mudah-mudahan tidak terjadi hanya sekali seumur hidup yaa..
Seperti yang ditanamkan teman-teman relawan dan menjadi keyakinan saya sekarang,
saya percaya:
Kegiatan baik dan niat tulus seperti candu dan virus. Membuat ketagihan dan menular. Mudah-mudahan energi positif yang saya dapatkan dari kegiatan baik ini bisa diteruskan sehingga semua bisa merasakan asyiknya berbagi.
Untuk temen-temen kelompok 37, ayok kita kumpul lagi :)
Saya belajar banyaak, sangat banyaak. Terima kasih atas pengalaman menyenangkannya. Mudah-mudahan tidak terjadi hanya sekali seumur hidup yaa..
Seperti yang ditanamkan teman-teman relawan dan menjadi keyakinan saya sekarang,
saya percaya:
Kegiatan baik dan niat tulus seperti candu dan virus. Membuat ketagihan dan menular. Mudah-mudahan energi positif yang saya dapatkan dari kegiatan baik ini bisa diteruskan sehingga semua bisa merasakan asyiknya berbagi.
Untuk temen-temen kelompok 37, ayok kita kumpul lagi :)
No comments:
Post a Comment